Rabu, 16 Oktober 2013

Kekawin Bomantaka

Kekawin merupakan sebuah syair yang menggunakan bahasa Jawa Kuno (Bahasa Kawi), yang dimana kekawin memakai netrum India yaitu guru laghu dan masing-masing suku kata didalam syair kekawin ini mempunyai kwalitas yang berbeda.
Dalam penghitungan guru laghu dalam satu baris kekawin biasanya ditentukan oleh pengelompokkan tiga suku kata dengan komposisi guru laghu didalam suku kata dengan komposisi guru laghu di dalam kekawin disebut dengan sebutan Gana.

Banyak kekawin yang di Bali dan di masyarakat luas yang diantaranya adalah Kekawin Bhatara Yuda, Kekawin Ramayana, Kekawin Arjuna Wiwaha, Kekawin Bomantaka dan masih banyak lagi jenis kekawin yang lainnya. Akan tetapi didalam kesempatan ini penulis akan memaparkan secara singkat sebuah kekawin yang berjudul Kekawin Bomantaka, karena kekawi Bomantaka ini sangat berguna bagi kehidupan masyarakat luas dan untuk Umat Hindu pada khususnya.

Sinopsis


Didalam suatu persidangan yang diadakan oleh Raja Kresna diikuti oleh Maharaja Durma, Maharaja Basudewa, Raja Baladewa. Raja Kresna dan para perwira dan prajurit Yadu yang gagah berani. Didalam persidangan ini Maharaja Druma menceritakan prihal kedatangan beliau ke Dwarawati, hanyalah untuk meminta belas kasih dan meminta bantuan kepada MaharajaBasudewa. Maharaja Basudewa mendengarkan kata-kata Maharaja Drumayang sangat memilukan hati, Maharaja Basudewa sangat hiba dan sedih karena Maharaja Druma dalam keadaan menderita karena diserang oleh sang Boma dan diusir dari negaranya, Maharaja Basudewa hanya memberikan rasa kasih sayang yang dipersembahkan dan beliau juga ingin menyenangkan hati Maharaja Druma. Maharaja Druma sangat senang mendengar ucapan Maharaja Basudewa. Pada saat itu pula Maharaja Basudewa siasat perang dan memilih para pemimpin perang, setelah sepakat dan tegas kesanggupan para warga Yadu semua. Hati Maharaja Druma sangat bergembira terlebih lagi Raja Kresna sangat gembira, atas kedatangan Maharaja Kimpurusa mendatangi keluarga besar Yadu. Mereka mendatangi desa-desa dan ada gunung yang bernama gunung Rewata, itulah yang akan didatangi, seluruh warga Yadu termasuk pemuda-pemudi diperintahkan agar semuanya siap. Setelah sampai semua warga Yadu semuanya bergembira oleh keindahan hutan dan gunung. Selama tujuh mlam digunung, raja Kresna kembali keistana diiringi oleh warga Andaja, Yadu dan Wresni. Sang Boma sangat marah setelah mendengar laporan dari para raksasa tentang kehancurnya istananya. Hati beliau sangat panas karena Dewi Yadnyawati dilarikan, Sang Boma memerintahkan raja-raja yang menjadi sekutunya agar seperempak berangkat dengan mengendarai kereta Permata Pustaka yang meluncur dengan cepat. Para Detia, Denawa, dan Raksasa melayang diudara, matahari terlihat redup karena kegelapan, pasukan darat berjalan dengan cepat gunung, hutan, lautan, hancur, gunung Himawan runtuh Bumi begoyang, angin sangat kencang, semua penjuru bumi bergetar, sebagai alamat buruk. Negara-negara yang dilalui raja-rajanya segera menggabung diri. Raja-raja yang menjadi pelopor yang menggabungkan diri mendadak berakat dan lengkap dengan senjata, tidak dikisahkan selama perjalanan dan kini telah sampai di Gobraja, seluruh wilayah yang luas it penuh sesak oleh pasukan raksasa. Sang Boma beristi rahat di puncakk gunung Gobraja, mukanya merah padam bagaikan api menyala pertanda kemurkaan Sang Boma.
Semua warga Yadu yang tinggal diperbatasan semuanya mengungsi setelah mendengar Sang Boma berda di gunung Gobraja. Dan utusan pun berangkat melaporkan keadaan tersebuut ke istana kepada Raja  Kresna. Warga Yadu dan raja sekutu yang membantu segera bersiap-siap, mempersiapkan senjata untuk perang tiba-tiba datang Sang Satruntapa dan Sang Mahodara sebagai utusan dari Sang Boma, untuk berunding, agar warga Yadu mau menyerah dan manjadi pengikut Boma tetapi keinginan itu ditolak yang menyebabkan Sang Saruntapa dan  Sang Mahotama sangat marah, dan pergi menghadap Sang Boma, mendengar hal tersebut Sang Boma sangat marah dan akhirnya memtuskan untuk mengurung warga Yadu. Sang Boma beserta pasukan pasukan dan para raja yang menjadi sekutu berangkat mengendarai Wimana, tidak lama tibalah mereka digunung Rewataka. Warga Yadu beserta para raja yang menjadi sekutu sudah berkumpul  dan bergembira menyambut kedatangan musuh yang akan disongsong dengan senjata, setelah semua warga Yadu berangkat dengan susunan yang pasti untuk berperang, kemudian sang Boma bergegas dengan ganasnya untuk mendahului datang menyerang. Pertempuranpun tidak terelakan puluhan ribu pasukan Yadu dan raksasa pun banyak yang mati, apsukan raksasa yang mundur. walaupun banyak putra raja, para raja dan prajurit Yadu yang gugur di medan perang tetapi tidak mematahkan prajurit Yadu dan terus maju ke medan perang dan akhirnya Raj Druma dan sang Arjuna pun gugur dimedan perang, setelah itu diceritakan Raja Kresna berhadapan dengan sang Boma yang kemudian raja Kresna merubah wujudnya menjadi wisnnu yang menakutkan, besar dan sangat tinggi hingga alam pramasatia dengan berkepala seribu bertaring tajam denganmulut menganga bagaikan goa, jumlah tangannya empat ribu yang semuanya memegang senjta pilihan, kedua kaki beliau bagaikan gunung kembar memenuhi menutupi bumi, berpuluh-puluh ribu pasukan detian dan denawa terbunuh karena diinjak, dicakra dan dipukul dengan penggada oleh emapt ribu tangan Dewa Wisnu, sang Boma yang melihat raja kresna yang berubah wujud tampak marah dan ikut berwujud dahsyat tinggi besar. Pertempurab anatara Batara Wisnu dengan Sang Boma tak terelakkan yang akhirnya kepalan tangan batara Wisnu bagaikan Gunung Mahameru mengenai Sang Boma yang menyebabkan permata hiasan kepala Sang Boma terpental kelaut. Sang Garuda segera mengambil Bunga Wijaya mala Sang Boma yang kemudian Batara Wisnu segera maju dengan seratus tangan beliau memukul kepala Sang Boma hingga hancur menjdi seribu, saat mayatnya hampir jatuh di Bumi sang Garuda mengepakan sayapnya hingga Sang Boma terpental jatuh di tengah samudra.

2.1    Uraian Nilai dan Ajaran yang terdapat Dalam Kekawin Bomantaka II
2.1.1        Nilai Ketuhanan
Nilai-nilai yang tekandung dalam kekawin Bomantaka II, ini menjelaskan tentang nilai-nilai Ketuhanan, rasa hormatdan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang telah termuat dalam wirama JAGADDITA bait ke 7 CIX, yang bunyinya :
Hyang Brahma sira sighra yan daten anembah ararem I Bhatara Keçawa
Bhaktyanastuti lin niran prabhu wiçesa kita waça wasita bhupati,
Utpati sthiti lina nin bhuwana karan nika kita nadi dewata
Bhokten bhogya kitatma Çuddha Porosottama kita paramartha kewala
Artinya :
Dewa Brahma segera datang menghomat sujud kepada Bhatara Wisnu. Dengan penuh hormat memuja, kata-kata beliau Paduka sangat sakti dan maha kuasa. Paduka penyebab lahir, hidup dan leburnya dunia dan adala Dewa Utama. Paduka menikmati apa yang menyebabkan kenikmatan. Paduka merupakan jiwa suci penguasa utama dan kebenaran sejati.
Dalam kutipan wirama diatas dijelaskan bahwa Dewa Brahma yang datang bersujud, hormat dan memuja keagungan Batara Wisnu yang melebihi kesaktian keagungan maupun kewibawan dewa-dewa lainnya dan dewa wisnu juga merupakan penyebab dari hidup, mati, lebur dan hancurnya dunia jika dikehendaki oleh beliau. Dewa Wisnu juga adalah Dewa yang paling utama yang selalu disembah dan dipuja oleh alam semesta beserta isinya maupun para dewa-dewa yang bersemayam di Indraloka. Dewa Wisnu juga selalu menikmati apa yang menjdi sumber dan kematian, beliau juga merupakan jiwa suci penguasa utama di jagat raya beserta isinya, dan merupakan sumber dari segala kebenaran-kebenaran yang sejati dan maha suci.
2.1.2        Ajaran Etika atau Tata Krama
Ajaran-ajaran yang terkandung di dalam kutipan kekawin Bomantaka II ini menjelaskan tentang ajaran etika atau tata krama, tehadap orang yang lebih tua dan terhadap orang yang diagungkan atau dihormati, seperti yang termuat didalam wirama INDRABAJRA bait ke 2 II yan bunyinya :
Singih narendra tuha tut krama reh
Sampun tumuh Çri Baladewa natha
Angwan lawan Çri Waranatha Krsna
Ri sor nirekana Yadu wira Çura
Artinya :
Sesungguhnya beliau raja tua, tempat duduk beliau telah sesuai dengan tata krama. Ikut serta Raja Bala dewa. Sama-sama kedudukannya dengan raja Kresna, dibawa beliau para perwira dan prajurit Yadu yang gagah berani.
Didalam kutipan wirama diatas dijelaskan bahwa sesungguhnya Maharaja Druma adalah raja yang paling tua, sehingga singasana beliau disesuaikan dengan tata krama dan telah diatur sedemikian ruapa sebagai orang yang dihormati yang dimana disamping beliau duduk adalah Raja Baladewa yang diamana kedudukannya sama tinggi dengan raja Kresna dan yang duduk dibawah beliau ialah para perwira dan prajurit Yadu yang selalu setia menjaga dan melindungi kerajaan dengan gagah berani, disini dijelaskan bahwa etika didalam melaksanakan suatu acara harus mengutamakan orang yang lebih tua dan orang yang dihormani selalu diatas. Maka dari itu Raja Kresna dan Raja Baladewa sangat mengutamakan tata krama didalam melaksanakan suatu acara.





sumber : BOMANTAKA II, DINAS PENDIDIKAN DASAR PROVINSI DATI I BALI, 1991

Tidak ada komentar:

Posting Komentar