Theology
pembebasan dapat dijelaskan sebagai sistem kepercayaan yang berusaha untuk
membendung usaha-usaha pembodohan terhadap posisi Tuhan yang tidak dapat
digambarkan, menyebutkan Tuhan untuk kepentingan duniawi yang hanya membuat
kesengsaraan. Dengan
pembebasan terkait dengan usaha penyelamatan manusia dari kemiskinan,
kesengsaraan, kemelaratan yang tidak pernah tuntas.
Aplikasinya dalam Hindu baik di India maupun di Bali,
telah dikenal dengan konsepsi moksa yang berarti bukan sorga bukan neraka, juga
bukan ayatanasthana seperti yang disebutkan dalam Kakawin Adi Parwa V (PJ.
Zoetmulder). Intinya setiap orang akan memiliki kedudukan sama dapat mencapai
pembebasan dengan cara berbuat baik, dalam pandangan Hindu pembebasan dapat
dicapai baik selama hidup maupun setelah meninggal dunia, dengan menjalankan
Samadhi, ketenangan yang super dapat diperoleh, seperti juga kematian yang
begitu membahagiakan tidak ada beban yang dirasakan, meninggal dunia dengan
tersenyum dan kebahagiaan yang tiada tara karena bertemu dengan Tuhan.
1. Spiritualitas adalah pola
agama post modern ritualitas adalah pola agama tradisional bagaimana Hindu
menyelaraskan kedua fenomena beragama ini?
Hindu menganut
pola memberikan kebebasan kepada umat untuk membudayakan ajaran agama, sehingga
ajaran tersebut dapat benar-benar mengakar pada umat, dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Hindu menjamin
adanya umatnya untuk menginterpretasi sesuai dengan kemampuannya asal saja
tidak bertentangan dengan Sruti yang menjadi payung. Hindu juga membagi pola
ritualistic untuk umat yang masih berkisar pada tataran bhakti dan karma marga,
sedangkan pada jalan jnana dan raja yoga dapat dianggap sebagai dua pola yang
lebih mengutamakan spiritual.
Sejak jaman dahulu
sesungguhnya Hindu sudah mengalami dua pola keberagamaan tersebut, jadi tidak
heran dengan adanya kedua pola keberagamaan tersebut. Keduanya juga dapat
terintegrasi dan berjalan sama-sama sekaligus dengan selaras.
2. Sistem ritual yang diterapkan dalam Hindu senantiasa menganut faham
rekontruksi reaktualisasi terhadap kosmos yang dianggap telah mengalami
degradasi. Konsep/ajaran apa yang dipakai untuk menciptakan kembali dunia yang
hilang tersebut, jelaskan!
Beberapa tokoh
Hindu seperti Ngakan Putu Putra dalam bukunya “Tuhan Upanisad: Menyelamatkan
Masa Depan Manusia” menyebutkan kembali ke patheisme, pantheisme dalam arti
yang sesuai dengan ajaran yang tertera dalam teks-teks Upanisad yang mengacu
pada Catur Weda Samhita.
Pentheisme secara
konsep menganjurkan manusia untuk mewujudkan Tuhan berserta kekuatannya
bersama-sama seru sekalian alam. Dewa-dewa berada dalam kekuatan alam tersebut,
seperti misalkan pada Matahari yang menguasai adalah Dewa Surya. Di dalam air
penguasanya sering diwujudkan dengan Dewa Wisnu atau Narayana, di dalam Udara
sering diwujudkan dengan Dewa Bayu.
Keberadaan Tuhan
dalam kekuatan Tuhan tersebut, menentukan prilaku manusia terhadap alam semsta
beserta segala isinya. Konsep ketuhanan ini menurunkan konsep-konsep yang
lainnya seperti tattwam asi, yang menganjurkan mencintai sesama seperti
mencintai diri sendiri, menyayangi semua alam dan segala isinya dengan ajaran
ahimsa.
Berdasarkan
konsepsi tersebut juga dalam tradisi masyarakat di Bali ada berbagai macam
upacara tumpek yang hadirnya setiap enam bulan sekali, dalam upacara tersebut
misalnya tumpek wariga dalam hubungannya dengan upacara wana kertih tentunya
adalah usaha konservatif untuk melestarikan alam, dengan begitu akrab untuk
memberikan penghormatan dengan “namaste” menganggap semua makhluk adalah
atman-atman yang suci.
3. Teologi Hindu senantiasa mengalami pembaharuan dari zaman ke zaman sesuai
dengan kebutuhan, dengan demikian Hindu terkesan agama yang tidak final,
bagaimana pendapat saudara!
Hindu menyediakan
bermacam-macam cara yang ditempuh oleh umat manusia untuk menyembah Tuhan,
melakukan hubungan pribadi dengan Tuhan. Kebebasan inilah yang tetap dipelihara
oleh Hindu, sehingga Hindu dapat dikatakan kumpulan dari berbagai macam cara
menyembah Tuhan.
Mengenai theology
Hindu terkesan belum final, itu sebenarnya karena ditinjau dari perspektif
orang-orang Barat dan mazab-mazab teorinya, pemahaman tentang Tuhan oleh
manusia Hindu sesuai dengan kemampuan atau tingkat spiritual manusia tersebut,
sehingga terwujud dari yang sedehana menjadi yang lebih abstrak.
Bentuk-bentuk
ketuhanan dalam Hindu menurut Titib dapat dijelaskan dengan beberapa bentuk
Ketuhanan antara lain:
a. Anemisme
Anemisme
merupakan keyakinan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini dikuasai oleh roh
yang berbeda-beda pula. Pandangan ini tetap ada dalam Hindu, menjadi dasar dari
keyakinan adanya roh/atman dalam manusia, binatang dan tumbuhan serta benda
mati sekalipun. Kepercayaan ini tidak dapat dipisahkan dari Hindu, perkembangan
Hindu di nusantara ini berlangsung dengan damai karena anemisme masyarakat
nusantara pada waktu itu tetap diterima dengan baik.
Keyakinan
ini dalam Hindu akhirnya dipupuk dengan sebuah slogan yang terkenal “Tattwam
asi”, bahwa engkau adalah dia. Yang dipandang memiliki kesamaan sifat kesucian
adalah sang atman yang berada dalam badan wadag. Akan tetapi pandangan
ketuhanan Hindu bukan anemisme, pandangan ini hanyalah sebagian keyakinan dari
Hindu. Karena Hindu adalah gabungan dari berbagai tingkat filsafat.
b. Dinamisme
Dinamisme
adalah keyakinan terhadap adanya kekuatan-kekuatan alam, kekuatan alam ini
dapat berupa makhluk (personal) ataupun tanpa wujud. Tuhan juga disebut sebagai
supernatural power (kekuatan alam yang tertinggi). Pandangan dinamisme masih
sangat diperlukan dalam pemahaman ketuhanan dalam Hindu, Tuhan dalam Hindu
dapat mengambil wujud apa saja sesuai dengan kehendak dan jamannya. Kekuatan
Tuhan yang tidak terbatas dapat turun sebagai Awatara, berwujud manusia,
setengah manusia (manusia berkepala singa), berwujud kurma (kura-kura) dan
sebagainya. Tuhan dinyatakan memiliki kekuatan supranatural dapat mengadakan
apa saja yang dikehendaki seperti mengatur alam semesta sehingga tidak kacau
balau, termasuk juga menciptakan alam semesta beserta segala isinya.
c. Totemisme
Totemisme
adalah keyakinan dengan adanya binatang keramat, yang sangat dihormati.
Binatang tersebut diyakini memiliki kesaktian. Umumnya adalah binatang mitos,
juga binatang tertentu di alam ini yang dianggap keramat. Pandangan Hindu
terhadap manusia dan alam semesta sebagai sama-sama ciptaan Tuhan, bukan
dihadiahkan untuk diekploitasi tanpa ada usaha untuk memelihara dan
melestarikannya.
Pandangan
ini terdapat dalam Hindu, hewan yang disucikan sebagai anugrah dari Tuhan
adalah lembu yang dianggap sebagai pertiwi dapat memberikan penghidupan pada
manusia. Hal ini dijumpai dalam Bhagawata Purana perjalanan hidup Sri Krsna
sebagai penyayang lembu. Krsna sebagai penyayang lembu disebut Gopala.
Hewan
yang lain yang digambarkan sebagai kendaraan dari para dewa sebagai manifestasi
dari Tuhan, misalkan; dewa Brahma kendaraannya angsa, Siwa kendaraan-Nya lembu,
wisnu kendaraan-Nya burung Garuda, dewi Durga kendaraan-Nya singa dan
sebagainya, binatang tersebut dikeramatkan oleh umat Hindu seperti layaknya
lembu.
d. Polytheisme
Polyteisme
merupakan keyakinan dengan adanya banyak Tuhan. Wujud Tuhan berbeda-beda sesuai
dengan keyakinan manusia. Pandangan yang masih melekat dalam Hindu dari umat
lain, bahwa Tuhan dalam Hindu itu banyak. Sesungguhnya Hindu hanya mengenal
Tuhan yang satu akan tetapi diwujudkan dengan banyak nama, agama apapun pasti
mewujudkan Tuhan dengan banyak sebutan sesuai dengan kemahakuasaan-Nya.
Misalkan, Tuhan maha penyayang, maha pencipta, maha pengasih, penyayang,
pengampun, pemurah dan sebagainya. Penyebutan Tuhan dalam Hindu sesuai dengan
manifestasi-Nya, misalkan Tuhan sebagai pencipta diberi sebutan Brahma, sebagai
pemralina (penyeimbang) disebut Siwa dan seterusnya.
e. Natural Polytheisme
Ketuhanan
dalam bentuk natural polytheisme percaya dengan adanya banyak Tuhan sebagai
penguasa berbagai aspek alam, misalnya; Tuhan Matahari, angin, bulan dan
sebagainya. Unsur dari pandangan ketuhanan polyteisme terdapat dalam Hindu,
tetapi sesungguhnya Tuhan dalam Hindu tidak seperti yang disebutkan oleh bahasa
manusia.
Dalam
Hindu mengenal dewa surya, Tuhan dalam manifestasi-Nya sebagai penguasa
matahari, Dewa Baruna manifestasi Tuhan dalam tugas-Nya sebagai penguasa laut.
Sesungguhnya telah dijelaskan dalam kitab Upanisad bahwa Tuhan itu “neti, neti,
neti” bukan ini, bukan ini dan juga bukan ini. Hanya manusialah yang menyebut
dengan banyak nama.
f. Henoteisme /Katenoisme.
Bentuk
ketuhanan/keyakinan ini diungkapkan oleh Max Muller yang diungkapkan Titib
dalam bukunya Pengantar Weda untuk DII. Keyakinan ini menunjukkan adanya dewa
tertinggi, mengatasi segalanya. Akan tetapi pada masa berikutnya dewa tersebut
digantikan oleh dewa yang lain.
Teori
ini dibuktikan dengan ketuhanan dalam kitab-kitab Purana. dalam Siwa Purana,
Siwa menjadi Dewa tertinggi, Brahma dan Wisnu muncul dari tubuh Siwa. Begitupun
dalam Wisnu Purana menyebutkan bahwa segala yang ada ini adalah berasal dari
Wisnu (Narayana), hal ini dijelaskan dalam proses penciptaan alam semesta dalam
Padma Purana.
g. Pantheisme
Pandangan
Pantheisme bahwa Tuhan disebutkan (immanent) di alam semesta, segala-galanya
dikuasai oleh Tuhan. Pandangan Pantheisme ternyata masih dijumpai dalam
beberapa kitab lokal Hindu di nusantara, diantaranya adalah kitab Panaturan.
Dalam kitab ini menjelaskan secara lengkap proses penciptaan alam semesta beserta
segala isinya atas anugrah dari Ranying Hatalla Langit. Ketiga raja yang
dianugrahi gajah bakapak bulau, disabdakan oleh Ranying Hatalla bahwa salah
satu raja diantaranya akan mengisi bumi ini dan Ranying Hatalla memberikan
sabda untuk tetap melaksanakan upacara memisek dan upacara tiwah.
Mengapa
ketuhanan dalam Panaturan dinyatakan Pantheisme, karena semua anugrah yang
diberikan kepada manusia dan alam semesta selalu atas berkah Tuhan Ranying
Hatala Langit tiada dua-Nya, dan segala-galanya adalah Tuhan Ranying Hatalla
Langit. Pandangan ketuhanan pantheisme Hindu di Kalimantan Tengah telah ditulis
dalam ulasan singkat dalam majalah Media Hindu edisi Juni 2006. Dan sekali lagi
perlu diperjelas inilah Hindu yang menerima berbagai pandangan keyakinan, tetap
menjadi literatur Hindu yang utama.
h. Monoteisme
Pandangan
keyakinan monotheisme bahwa Tuhan itu hanya satu. Bentuk dari keyakinan ini
dibagi atas dua bagian yakni:
1)
Monotheisme
Transcendent.
Keyakinan
yang memandang Tuhan berada di luar jangkauan ciptaan-Nya. Tuhan maha luhur dan
tidak terjangkau oleh akal manusia. Tuhan dalam Hindu tidak dapat dibayangkan
keberadaan-Nya, karena tidak dapat melihat Tuhan maka pdiperlukan kepercayaan
terhadap apa yang dituturkan oleh orang-orang suci yang dapat dipercaya tentang
Tuhan. Tuhan terpisah dari ciptaan-Nya misalkan disebutkan Tuhan berada di
langit, Tuhan berada di kahyangan, Tuhan berada di air suci kehidupan (aying
kaharingan) dan sebutan tempat yang suci lainnya.
2)
Monotheisme Immanent
Keyakinan
ini memandang Tuhan menciptakan alam semesta dengan segala isinya, Tuhan berada
di luar dan sekaligus berada di dalam ciptaan-Nya. Pandangan ketuhanan
monotheisme immanent terdapat dalam kitab-kitab Upanisad, seperti diungkapkan;
“Wyapi wyapaka nirwikara “, Tuhan ada dimana-mana dan tidak terpengaruh oleh
ciptaan-Nya. Mantra dalam kitab Upanisad ini menyatakan bahwa Tuhan dapat
berada di luar tubuh manusia dan berada di dalam tubuh manusia, di luar tubuh
manusia sebagai Tuhan yang transcendent dan berada dalam tubuh manusia disebut
dengan atman.
3) Monisme
Keyakinan
Monisme memandang Tuhan merupakan hakekat alam semesta, Esa dalam segala
segalanya berada dalam yang Esa. Hal inilah yang disebutkan dalam kitab
Upanisad sebagai “Sarwan Kalwidam Brahman”, segala-segalanya adalah Tuhan.
Disimpulkan bahwa pandangan
ketuhanan dalam Hindu memiliki tingkatan, dari tingkatan terendah hingga
tingkatan tertinggi, kesemuanya itu adalah sebuah proses untuk memahami Tuhan
yang satu. Menurut Titib pandangan ketuhanan dalam Hindu adalah Monotheisme dan
monisme, akan tetapi seperti telah dijelaskan bahwa pandangan tersebut tetap
melekat dalam masyarakat Hindu.
4)
Dalam aspek
psikologi ada yang dikenal dengan religius literacy apa dan bagaimana religius
literacy ciri-cirinya dan aplikasinya dalam kehidupan?
Salah satu tantangan terpeting
dalam kehidupan pluralisme agama untuk saling mengenal satu dengan yang lainya
adalah mengembangkan religious literacy. Yang dimaksud dengan religious literacy adalah
sikap terbuka dan mengenal nilai-nilai agama lain. Sikap melek agama lain
(Purnomo, 2003:11).
Religius
letaracy diparalelkan dengan jagat pendidikan, pada gilirannya nanti diharapkan
dapat membuat setiap umat beragama semakin sadar akan identitas keagamaan dan
keimanan dalam semangat keterbukaan, penghargaan, dan penghormatan agama serta
iman orang lain (Purnomo, 2003:12).
Religius
letaracy akan membuka dialog, kerja sama, simbiosis mutualis sekaligus
menghimpun sinergi untuk memperjuangkan kesejahteraan, keadilan dan kedamaian.
Raimundo Pannikar religious beragama ditentukan oleh kemampuan untuk
mengembangkan sikap melek agama lain (Purnomo, 2003: 14).
Pertama berkait dengan proses membumikan agama yakni
problem kemiskinan, kebodohan dan penindasan. Kedua problem fundamentalis
radikalisme yang menurutnya pemahaman atas teks, doktrin atau konsili yang
rigidformalism. Ketiga manipulasi agama yang merambat ke wilayah politik,
sehingga agama dijual demi kepentingan politik partai-partai yang berbasis
agama. Kritik-profetik-kreatif agama terhadap masyarakat, kesadaran,
pengertian, kepekaan, pengetahuan tentang keadaan masyarakat yang sebenarnya
(Purnomo, 2003:16,19).
DAFTAR
PUSTAKA
Majalah
Media Hindu edisi Juni 2006.
Purnomo,
Aloys Budi, 2003. Membangun Teologi Inklusif-Pluralistik. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.
Putra,
Ngakan Putu, 2007. Tuhan Upanisad: Menyelamatkan Masa Depan Manusia. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Suardeyasa,
I Gusti Nyoman, 2006. Diktat Kuliah Agama Hindu. Universitas Mahendradatta
Denpasar.
Titib,
I Made, 1997. Pengantar Weda untuk D III. Jakarta: Hanuman Sakti
Zoetmulder,
PJ., 2005. Adi Parwa Berbahasa Kawi. Surabaya : Paramita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar